Halo teman-teman pecinta pertanian dan penggiat pertanian organik!
Kali ini saya ingin berbagi cerita sukses yang sangat
menggembirakan — hasil perbanyakan Trichoderma lokal yang baru saja kami
lakukan bersama petani di Kelompok Tani Nekemolo, Desa Taebenu, Kabupaten
Kupang, sebagai bagian dari pelatihan APH (Agen Pengendali Hayati) pada tanggal
16 Oktober 2025.
🌱 Apa Itu Trichoderma?
Bagi yang belum tahu, Trichoderma adalah jamur
bermanfaat yang hidup di tanah dan dikenal sebagai “penjaga akar” karena
kemampuannya menyerang dan menghambat pertumbuhan jamur patogen penyebab
penyakit tanaman, seperti Fusarium, Rhizoctonia, dan Pythium.
Selain itu, Trichoderma juga bisa merangsang pertumbuhan akar dan
meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman — jadi benar-benar “superhero”
alami di dunia pertanian!
📅 Proses Perbanyakan: 16–20 Oktober
2025
Setelah
pelatihan teori dan praktik langsung di lapangan, para petani mulai
mempraktikkan perbanyakan Trichoderma menggunakan media sederhana
seperti dedak, Serbuk gergaji dan beras. Media ini disterilkan menggunakan
pemanasan (dikukus) selama kurang lebih 4-5 jam lalu diinokulasi dengan kultur
murni Trichoderma dan disimpan di tempat teduh selama 4-7 hari.
Dan inilah
hasilnya:
Dari putih
kehijauan… menjadi hijau tua yang lebat!
Foto-foto di bawah ini menunjukkan perkembangan koloni Trichoderma
dari hari ke hari. Pada hari pertama (16 Oktober), pertumbuhan masih sedikit
dan berwarna putih kehijauan. Namun hanya dalam 4 hari, koloni sudah menyebar
merata, menutupi seluruh permukaan media dengan warna hijau khas yang
menandakan spora telah matang dan siap digunakan.
(Catatan: Foto diambil langsung dari proses fermentasi di lokasi pelatihan)
✅ Mengapa Ini Penting?
Perbanyakan
Trichoderma ini bukan hanya sekadar eksperimen laboratorium — ini adalah
solusi nyata untuk masalah nyata di lapangan. Para petani di Kupang, khususnya
yang membudidayakan jambu mente, seringkali menghadapi serangan penyakit akar
yang merugikan. Dengan memiliki stok Trichoderma sendiri, mereka
tidak lagi bergantung pada pestisida kimia atau produk impor yang mahal.
Selain itu,
proses perbanyakan ini:
- Murah dan mudah: Hanya butuh
bahan lokal dan waktu 7–10 hari.
- Ramah lingkungan: Tidak
meninggalkan residu berbahaya.
- Mandiri:
Petani bisa membuatnya sendiri, kapan pun dibutuhkan.
🚀 Langkah
Selanjutnya
Hasil perbanyakan ini akan segera diaplikasikan di lahan
petani peserta pelatihan. Kami juga akan mendampingi mereka dalam monitoring
dampaknya terhadap pertumbuhan tanaman dan tingkat serangan penyakit.
Di masa depan, kami berharap model ini bisa direplikasi
di desa-desa lain, sehingga setiap petani bisa menjadi produsen APH lokal —
mandiri, berkelanjutan, dan berdampak nyata!
🙏 Terima Kasih
Terima
kasih kepada semua pihak yang terlibat:
- UPTD PKDLHP & LL Kupang
atas kerja sama dan fasilitasnya.
- BBP2TP (Ibu Roosma dan Ibu
Endang) atas ilmu dan pendampingannya.
- Petani Kelompok Nekemolo yang
antusias dan mau belajar.
- Dan tentunya, semua pihak yang
percaya bahwa pertanian masa depan harus berbasis alam dan kemandirian
petani.
Jika kamu
tertarik untuk belajar membuat Trichoderma sendiri, atau ingin kami
datang ke kelompok tani di daerahmu — silakan hubungi kami di kolom komentar
atau melalui email kami labhayati@gmail.com
Mari kita
bersama-sama wujudkan pertanian yang sehat, lestari, dan berdaya!
🌱 Belajar Bukan Untuk Sekolah, Melainkan Untuk Hidup.
#Trichoderma
#APH #PertanianOrganik #PetaniMandiri #JambuMente #Kupang #PertanianBerdampak
#Biopestisida #SustainableAgriculture #AgroTeknologi #NusaNipa #TeamTeaching
#IlmuHamaDanPenyakitTanaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar