Kamis, 07 Agustus 2025

Pengamatan dan Peremajaan

 Hari ini dilakukan pengamatan mikroskopis terhadap tiga jenis agens hayati penting, yaitu Trichoderma spp., Beauveria bassiana, dan Metarhizium spp. yang diisolasi dari ulat kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) yang terinfeksi secara alami. Pengamatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi morfologi mikroskopis masing-masing jamur, memastikan kemurnian kultur, serta mengevaluasi viabilitasnya sebelum dilakukan peremajaan kultur untuk keperluan pengembangan dan aplikasi lebih lanjut.


1. Pengamatan Mikroskopis

a. Trichoderma spp.

  • Hifa: Septate, bercabang rapat, berwarna hialin (bening), tumbuh cepat dan menyebar.
  • Konidiofor: Menunjukkan struktur bercabang tipe tree-like (mirip pohon cemara), dengan phialid tersusun rapat.
  • Konidia (spora): Bulat hingga oval, kecil, berwarna hijau keabu-abuan saat masif, tersebar di ujung phialid.
  • Karakteristik tambahan: Tidak ditemukan kontaminasi bakteri atau jamur lain, menunjukkan kultur relatif murni. Beberapa isolat menunjukkan warna kekuningan pada koloni, yang akan dikaji lebih lanjut apakah terkait dengan produksi metabolit sekunder.

b. Beauveria bassiana

  • Hifa: Septate, transparan, tumbuh rapat dan membentuk jaringan padat.
  • Konidiofor: Tumbuh tegak, bercabang sederhana, dengan ujung membesar membentuk basidium (sel penghasil spora).
  • Konidia: Bulat hingga oval, kecil, berwarna putih kekuningan saat masif, tersusun dalam rantai pendek dari ujung konidiofor.
  • Ciri khas: Konidia mudah lepas dan jika dilihat di bawah mikroskop, menunjukkan pola pertumbuhan yang khas seperti "neck" (leher) pada konidiofor, sesuai dengan literatur B. bassiana.

c. Metarhizium spp. (diisolasi dari ulat kumbang kelapa yang terinfeksi)

  • Hifa: Septate, hialin, tumbuh cepat dengan pola radiating.
  • Konidiofor: Tegak, bercabang, dengan phialid tersusun spiral atau zig-zag.
  • Konidia: Berbentuk batang (cylindrical) atau sedikit melengkung, berwarna hijau kecoklatan saat masif, lebih panjang dibanding Beauveria.
  • Asal isolasi: Spesimen diambil dari ulat Oryctes rhinoceros yang menunjukkan gejala infeksi alami (badan kaku, berwarna kehijauan), menunjukkan bahwa Metarhizium aktif menginfeksi hama tersebut di lapangan.

2. Peremajaan Masing-Masing Kultur (Aph)

Setelah pengamatan mikroskopis, dilanjutkan dengan peremajaan kultur masing-masing isolat untuk memastikan ketersediaan kultur aktif dan siap pakai. Peremajaan dilakukan dengan cara:

  • Menggunakan ose steril yang telah disterilkan di api, diambil sedikit miselium atau spora dari kultur lama.
  • Dilakukan inokulasi ke media agar segar (NA untuk Trichoderma,Metarhizium, dan Beauveria bassiana).
  • Teknik gores atau tanam tusuk digunakan untuk memastikan pertumbuhan yang merata dan memudahkan observasi selanjutnya.
  • Kultur diinkubasi pada suhu ruang (±27–28°C) selama 5–7 hari.

Tujuan peremajaan:

  • Memastikan viabilitas kultur setelah penyimpanan.
  • Mendapatkan kultur murni dan aktif untuk digunakan dalam formulasi biopestisida, uji antagonisme, atau perbanyakan massal.
  • Mempertahankan strain lokal unggul, khususnya Metarhizium dari Kupang yang terbukti mampu menginfeksi Oryctes rhinoceros, hama utama tanaman kelapa.

3. Kesimpulan dan Rekomendasi

  • Ketiga agens hayati (Trichoderma, Beauveria bassiana, dan Metarhizium) menunjukkan morfologi mikroskopis yang sesuai dengan literatur, menandakan bahwa isolat masih dalam kondisi baik meski berasal dari isolasi lapangan.
  • Metarhizium dari ulat kumbang kelapa menunjukkan potensi tinggi sebagai agens pengendali hayati alami yang adaptif terhadap kondisi lokal.
  • Selanjutnya akan dilakukan serangkaian uji seperti kerapatan spora, viabilitas dan virulensi

Kegiatan ini memperkuat upaya konservasi dan pemanfaatan mikroba lokal dalam sistem pertanian dan perkebunan berkelanjutan, khususnya dalam pengendalian hama tanpa bahan kimia sintetis.

 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Identifikasi Mikoriza