Hari ini dilakukan pengamatan mikroskopis terhadap tiga jenis agens hayati penting, yaitu Trichoderma spp., Beauveria bassiana, dan Metarhizium spp. yang diisolasi dari ulat kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) yang terinfeksi secara alami. Pengamatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi morfologi mikroskopis masing-masing jamur, memastikan kemurnian kultur, serta mengevaluasi viabilitasnya sebelum dilakukan peremajaan kultur untuk keperluan pengembangan dan aplikasi lebih lanjut.
1. Pengamatan Mikroskopis
a. Trichoderma spp.
- Hifa:
Septate, bercabang rapat, berwarna hialin (bening), tumbuh cepat dan
menyebar.
- Konidiofor:
Menunjukkan struktur bercabang tipe tree-like (mirip pohon cemara),
dengan phialid tersusun rapat.
- Konidia
(spora): Bulat hingga oval, kecil, berwarna hijau keabu-abuan saat masif,
tersebar di ujung phialid.
- Karakteristik
tambahan: Tidak ditemukan kontaminasi bakteri atau jamur lain, menunjukkan
kultur relatif murni. Beberapa isolat menunjukkan warna kekuningan pada
koloni, yang akan dikaji lebih lanjut apakah terkait dengan produksi
metabolit sekunder.
b. Beauveria bassiana
- Hifa:
Septate, transparan, tumbuh rapat dan membentuk jaringan padat.
- Konidiofor:
Tumbuh tegak, bercabang sederhana, dengan ujung membesar membentuk basidium
(sel penghasil spora).
- Konidia:
Bulat hingga oval, kecil, berwarna putih kekuningan saat masif, tersusun
dalam rantai pendek dari ujung konidiofor.
- Ciri
khas: Konidia mudah lepas dan jika dilihat di bawah mikroskop, menunjukkan
pola pertumbuhan yang khas seperti "neck" (leher) pada
konidiofor, sesuai dengan literatur B. bassiana.
c. Metarhizium spp. (diisolasi dari ulat
kumbang kelapa yang terinfeksi)
- Hifa:
Septate, hialin, tumbuh cepat dengan pola radiating.
- Konidiofor:
Tegak, bercabang, dengan phialid tersusun spiral atau zig-zag.
- Konidia:
Berbentuk batang (cylindrical) atau sedikit melengkung, berwarna hijau
kecoklatan saat masif, lebih panjang dibanding Beauveria.
- Asal
isolasi: Spesimen diambil dari ulat Oryctes rhinoceros yang
menunjukkan gejala infeksi alami (badan kaku, berwarna kehijauan),
menunjukkan bahwa Metarhizium aktif menginfeksi hama tersebut di
lapangan.
2. Peremajaan Masing-Masing Kultur (Aph)
Setelah pengamatan mikroskopis, dilanjutkan dengan peremajaan
kultur masing-masing isolat untuk memastikan ketersediaan kultur aktif dan siap
pakai. Peremajaan dilakukan dengan cara:
- Menggunakan ose steril yang telah
disterilkan di api, diambil sedikit miselium atau spora dari kultur lama.
- Dilakukan inokulasi ke media agar
segar (NA untuk Trichoderma,Metarhizium, dan Beauveria bassiana).
- Teknik gores atau tanam tusuk
digunakan untuk memastikan pertumbuhan yang merata dan memudahkan
observasi selanjutnya.
- Kultur
diinkubasi pada suhu ruang (±27–28°C) selama 5–7 hari.
Tujuan peremajaan:
- Memastikan
viabilitas kultur setelah penyimpanan.
- Mendapatkan
kultur murni dan aktif untuk digunakan dalam formulasi biopestisida, uji
antagonisme, atau perbanyakan massal.
- Mempertahankan
strain lokal unggul, khususnya Metarhizium dari Kupang yang
terbukti mampu menginfeksi Oryctes rhinoceros, hama utama tanaman
kelapa.
3. Kesimpulan dan Rekomendasi
- Ketiga
agens hayati (Trichoderma, Beauveria bassiana, dan Metarhizium)
menunjukkan morfologi mikroskopis yang sesuai dengan literatur, menandakan
bahwa isolat masih dalam kondisi baik meski berasal dari isolasi lapangan.
- Metarhizium
dari ulat kumbang kelapa menunjukkan potensi tinggi sebagai agens
pengendali hayati alami yang adaptif terhadap kondisi lokal.
- Selanjutnya akan dilakukan serangkaian uji seperti kerapatan spora, viabilitas dan virulensi
Kegiatan ini memperkuat upaya konservasi dan pemanfaatan
mikroba lokal dalam sistem pertanian dan perkebunan berkelanjutan, khususnya
dalam pengendalian hama tanpa bahan kimia sintetis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar