Rabu, 23 Juli 2025

ASN di Tengah Paradigma "Tak Ada Uang, Tak Ada Kerja": Tantangan Efisiensi dan Tuntutan Inovasi

ASN di Tengah Paradigma "Tak Ada Uang, Tak Ada Kerja": Tantangan Efisiensi dan Tuntutan Inovasi

Opini

 

Selama puluhan tahun, stigma "tidak ada anggaran, tidak ada pekerjaan" melekat pada budaya kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia. Fenomena ini kerap menjadi pembenaran bagi kelambanan birokrasi, terutama di daerah dengan keterbatasan anggaran. Namun, di era pemerintahan digital dan tuntutan efisiensi, paradigma ini tidak lagi relevan. Pemerintah pusat kini mendorong ASN untuk berinovasi tanpa selalu bergantung pada anggaran besar, sementara daerah dituntut lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah.

1. Dilema Daerah: Anggaran Terbatas vs Tuntutan Pelayanan

  • Ketergantungan pada pusat: Banyak daerah mengeluh minimnya anggaran, sehingga program terbengkalai. Padahal, UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah memberi ruang bagi kreativitas pendanaan (misalnya melalui kerja sama swasta atau CSR).
  • Efisiensi anggaran pusat: Pemerintah terus memangkas belanja tidak prioritas (Perpres No. 54/2020 tentang Penajaman Efisiensi Belanja Negara), memaksa ASN berhemat tanpa mengurangi kualitas layanan.
  • Contoh sukses: Beberapa kabupaten seperti Banyuwangi dan Bojonegoro membuktikan bahwa inovasi pelayanan (e-government, optimalisasi aset daerah) bisa dilakukan dengan anggaran terbatas.

2. Tuntutan Baru: ASN Harus Lebih Inovatif dan Berkinerja

Kebijakan seperti Merdeka Belajar Kampus Merdeka (Permendikbud No. 3/2020) dan reformasi birokrasi (Perpres No. 81/2010) menekankan bahwa ASN harus:

  • Adaptif terhadap teknologi (e-office, paperless system).
  • Memanfaatkan sumber daya lokal (contoh: ASN di NTT menggunakan dana desa untuk program stunting berbasis kelor).
  • Membangun kolaborasi (dengan akademisi, swasta, atau komunitas) untuk program tanpa beban APBD.

Fakta menarik: Survei KemenPANRB (2023) menunjukkan hanya 35% ASN yang secara aktif mencari solusi di luar anggaran resmi, sementara sisanya masih menunggu instruksi dan dana turun.

3. Motivasi untuk CPNS 2025 dan Masa Depan: Jadi ASN yang Solutif!

Bagi calon ASN generasi baru, tantangan ini justru peluang untuk:

 Membangun mental kemandirian – ASN sukses bukan yang hanya bisa menghabiskan anggaran, tapi yang bisa bekerja tanpa selalu bergantung pada dana.

 Berpikir out of the box – Manfaatkan teknologi murah (Google Forms untuk survei, Canva untuk sosialisasi) atau gerakan sukarelawan.

 Fokus pada outcome – Kinerja diukur dari dampak, bukan dari besaran proyek.

Inspirasi:

  • Seorang ASN kesehatan di Lombok Utara mengurangi stunting dengan memanfaatkan pekarangan warga untuk kebun gizi.
  • Petugas PUPR di Sulawesi Selatan memanfaatkan sampah plastik untuk bahan campuran aspal jalan desa.

 "ASN Harus Jadi Problem Solver, Bukan Budget Hunter"

Era baru birokrasi menuntut ASN untuk lebih gesit, kreatif, dan berorientasi solusi. Anggaran terbatas bukan alasan untuk tidak bekerja—justru itu ujian bagi integritas dan kemampuan inovasi.

Pesan untuk CPNS 2025:

"Jangan masuk PNS hanya mencari stabilisasi finansial. Jadilah ASN yang mengubah tantangan menjadi terobosan, karena negara butuh pelayan publik yang gigih, bukan sekadar pencari gaji."

(Referensi: Perpres No. 54/2020, KemenPANRB 2023, Best Practice Pemda Banyuwangi)

 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Identifikasi Mikoriza