ASN di Tengah Paradigma "Tak Ada Uang, Tak Ada
Kerja": Tantangan Efisiensi dan Tuntutan Inovasi
Opini
Selama puluhan tahun,
stigma "tidak ada anggaran, tidak ada pekerjaan" melekat
pada budaya kerja Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia. Fenomena ini kerap
menjadi pembenaran bagi kelambanan birokrasi, terutama di daerah dengan
keterbatasan anggaran. Namun, di era pemerintahan digital dan tuntutan
efisiensi, paradigma ini tidak lagi relevan. Pemerintah pusat kini mendorong
ASN untuk berinovasi tanpa selalu bergantung pada anggaran besar,
sementara daerah dituntut lebih mandiri dalam menyelesaikan masalah.
1. Dilema Daerah:
Anggaran Terbatas vs Tuntutan Pelayanan
- Ketergantungan pada pusat: Banyak daerah mengeluh minimnya anggaran, sehingga
program terbengkalai. Padahal, UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah
memberi ruang bagi kreativitas pendanaan (misalnya melalui kerja sama
swasta atau CSR).
- Efisiensi anggaran pusat: Pemerintah terus memangkas belanja tidak prioritas
(Perpres No. 54/2020 tentang Penajaman Efisiensi Belanja Negara), memaksa
ASN berhemat tanpa mengurangi kualitas layanan.
- Contoh sukses: Beberapa kabupaten seperti Banyuwangi dan Bojonegoro membuktikan
bahwa inovasi pelayanan (e-government, optimalisasi aset daerah) bisa
dilakukan dengan anggaran terbatas.
2. Tuntutan Baru: ASN
Harus Lebih Inovatif dan Berkinerja
Kebijakan
seperti Merdeka Belajar Kampus Merdeka (Permendikbud No.
3/2020) dan reformasi birokrasi (Perpres No. 81/2010) menekankan bahwa ASN
harus:
- Adaptif
terhadap teknologi (e-office, paperless
system).
- Memanfaatkan
sumber daya lokal (contoh: ASN di NTT
menggunakan dana desa untuk program stunting berbasis kelor).
- Membangun
kolaborasi (dengan akademisi, swasta, atau
komunitas) untuk program tanpa beban APBD.
Fakta menarik:
Survei KemenPANRB (2023) menunjukkan hanya 35% ASN yang secara aktif
mencari solusi di luar anggaran resmi, sementara sisanya masih menunggu
instruksi dan dana turun.
3. Motivasi untuk CPNS 2025 dan Masa Depan:
Jadi ASN yang Solutif!
Bagi calon ASN generasi baru, tantangan ini justru
peluang untuk:
✅ Membangun
mental kemandirian – ASN sukses bukan yang hanya bisa menghabiskan
anggaran, tapi yang bisa bekerja tanpa selalu bergantung pada dana.
✅ Berpikir
out of the box – Manfaatkan teknologi murah (Google Forms untuk
survei, Canva untuk sosialisasi) atau gerakan sukarelawan.
✅ Fokus
pada outcome – Kinerja diukur dari dampak, bukan dari besaran proyek.
Inspirasi:
- Seorang
ASN kesehatan di Lombok Utara mengurangi stunting dengan memanfaatkan
pekarangan warga untuk kebun gizi.
- Petugas
PUPR di Sulawesi Selatan memanfaatkan sampah plastik untuk bahan campuran
aspal jalan desa.
"ASN Harus Jadi Problem Solver,
Bukan Budget Hunter"
Era baru birokrasi
menuntut ASN untuk lebih gesit, kreatif, dan berorientasi solusi.
Anggaran terbatas bukan alasan untuk tidak bekerja—justru itu ujian bagi
integritas dan kemampuan inovasi.
Pesan untuk CPNS 2025:
"Jangan masuk PNS
hanya mencari stabilisasi finansial. Jadilah ASN yang mengubah tantangan
menjadi terobosan, karena negara butuh pelayan publik yang gigih, bukan sekadar
pencari gaji."
(Referensi: Perpres No. 54/2020, KemenPANRB 2023, Best
Practice Pemda Banyuwangi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar